![]() |
| Bebatuan di Tepi Pantai Wedi Ireng (Foto: Joko) |
Bermula dari ngopi di salah satu warung
kopi di Jember, kebetulan waktu itu tujuanku kesana hanya untuk mengambil buku
yang sudah lama ku pesan pada seorang kawan. Ada salah satu kawan yang memantik obrolan mengenai travelling, ngobrol santai sembari menikmati secangkir kopi di sore
hari itu. Obrolan terkait berwisata, tak lepas dari hasilnya mengikuti kegiatan workshop blogger di Hotel Aston Banyuwangi. Munculah ajakan untuk
mengeksplorasi destinasi pariwisata di dekat rumah salah satu kawan di Siliragung, Banyuwangi, tanpa
pikir panjang ku-iyakan ajakan itu, hitung-hitung sekalian mengisi waktu
liburan biar berfaedah.
3 Januari 2019, tepatnya hari kamis, aku berangkat ke Banyuwangi. Tak ada yang menarik di sepanjang jalan ke Banyuwangi. Gumitir yang masih tetap sama seperti yang dulu, jalan berkelak-kelok, mobil-mobil bermuatan berjejer dengan santainya melewati jalan itu. Perjalanan melewati Gumitir ternyata cukup membuat capek. Ku berhentikan motor di depan warung kopi pinggir jalan, secangkir kopi ku pesan sambil menikmati sebatang nikotin. Istirahat dalam perjalanan memang diperlukan ketika badan mulai capek.
3 Januari 2019, tepatnya hari kamis, aku berangkat ke Banyuwangi. Tak ada yang menarik di sepanjang jalan ke Banyuwangi. Gumitir yang masih tetap sama seperti yang dulu, jalan berkelak-kelok, mobil-mobil bermuatan berjejer dengan santainya melewati jalan itu. Perjalanan melewati Gumitir ternyata cukup membuat capek. Ku berhentikan motor di depan warung kopi pinggir jalan, secangkir kopi ku pesan sambil menikmati sebatang nikotin. Istirahat dalam perjalanan memang diperlukan ketika badan mulai capek.
Secangkir kopi sudah tandas dan sebatang nikotin tinggal satu hisapan,
ku melanjudkan perjalanan menuju RTH (Ruang Terbuka Hijau) Maron, titik bertemu dengan tuan rumah, Joko Cahyono namanya. Layaknya
Alun-Alun Kota, RTH maron merupakan tempat nongkrong yang cocok untuk
meluangkan waktu bersama keluarga maupun teman sebaya. Tak hanya menyajikan
ruang yang masih hijau, disana juga ada beberapa penjual yang memperkaya
suasana. Mulai mainan anak-anak
hingga makanan berat, semua ada di sini.
Setelah bertemu tuan rumah, aku diajak nongkrong dulu di Warung Pak To, warung yang
berada dipinggiran sungai menjadi kunjungan pertama di
Banyuwangi. Letak warung mengingatkanku dengan warung di pingggiran kali
Brantas (Kediri) ‘Dermaga’ namanya. yang membedakan hanya jumlahnya saja. Kalau di Kediri banyak warung yang menjajakan kopinya di pinggiran
sungai, mulai dari warung kopi yang murah hingga cafe dengan harganya yang lumayan menguras kantong, sampai penjual
kopi biasa hingga warung yang menyediakan minuman beralkohol. Tak jauh beda
disana juga ada Penambang pasir di
sungai yang menjadi pemandangan, entah itu legal maupun ilegal menjadi awal
perbincangan kala itu, sampai bahasan mengenai masa depan organisasi yang
pernah kami ketua-i menemani obrolan disana.
Langit masih
terlihat mendung, sejak dari jember pun langit tetap seperti itu, namun hujan
tak kunjung datang. Untuk
menghindari kemungkinan kami kehujanan, maka kamipun bergegas ke Sliliragung, tepatnya ke rumah
kawan Joko Cahyono untuk istirahat. Ekspektasiku
mengenai jalanan pedesaan yang kurang terawat, terpecahkan, sepanjang jalan
menuju desa Seneporejo, hanya jalan beraspal mulus yang dilintasi motor matic-ku. Rumah minimalis dengan halaman
belakang yang banyak terdapat tanaman buah naga menyambut kedatanganku. Satu
tempat yang membuatku betah untuk berlama-lama disana. Dua kursi dan satu meja
yang diletakkan dipekarangan belakang
rumah, layaknya warung kopi yang biasa kami gunakan untuk
obrolan revolusioner di Jember,
tempat itu hampir mirip sekali. Suara ayam yang mau pulang ke kandangnya dan
angin sepoi-sepoi menambah kenyamanan obrolan sore itu.
Malam harinya kami ngobrol terkait rencana agenda besok, setelah
mendapat kesepakatan akhirnya susunan rencana kami digagalkan oleh kondisi langit yang tak begitu bersahabat. Sejak
pagi, tanah Seneporejo dan sekitarnya terus diguyur hujan.
Dapat dipastikan jalan berlumpur dan sulit untuk dilalui, mengurunkan niat kami untuk berangkat ke Pantai Wedi Ireng.
![]() |
| Papan Nama Wisata (Foto: Joko) |
Sabtu (5 Januari 2019), kamipun berangkat ke Pantai Wedi Ireng untuk merealisasikan perjalanan yang kami rencanakan, perjalanan untuk menyusuri akses baru ke pantai Wedi Ireng dimulai. disepanjang jalan, mataku termanjakan dengan pemandangan yang menyegarkan mata. Panorama alam yang asri, persawahan yang hijau merata tanaman padi, bentang alam pegunungan yang bederet, ditambah angin sepoi-sepoi laut pantai selatan. Umumnya pantai yang berada dibalik bukit, pasti jalannya sulit untuk dilalui. Hanya dua pilihannya kalau nggak jalan berbatuan, ya jalan yang masih berupa tanah, yang jika terkena air hujan akan becek yang berlumpur. Setelah memasuki gapura yang bertuliskan ‘Selamat Datang Di Desa Nelayan Pancer’, sudah tersuguhkan tanaman bakau dipinggir jalan. Pantai sudah dekat, pikirku waktu itu. Ketika sudah ada tanaman bakau, pasti bibir laut sudah dekat, umumnya seperti itu. Tapi berbeda dengan yang didesa Pancer ini, perjalan ke Pantai Wedi Ireng masih harus melewati bukit dengan jalan yang sedikit becek dan berlumupur, maklum kemarin malam masih ada rintik-rintik hujan.
Kurang lebih 45
menit perjalanan yang ditempuh lewat jalan pemukiman warga Pancer. Sebenarnya ada
akses lain yang umum digunakan, yaitu lewat jalur air, naik perahu yang disewa untuk mengantarkan sampai ke Pantai Wedi Ireng. Karena tujuan awal kami memang ingin mencoba jalur darat menggunakan motor, kami nggak ada niatan untuk
melewati jalur air, alasan utamanya sebenarnya minimnya dana yang kami bawa. Daripada
mahal-mahal buat nyewa kapal, mending kan uangnya bisa buat Es Degan. Lebih hemat bagi umat.
Pantai yang sepi
dan suara ombak yang menabrak batu menyambut kedatangan kami. Papan nama yang
bertuliskan ‘Wedi Ireng’ terpampang kokoh di pinggir pantai. Berfoto disana
menjadi bukti kalau kita sudah pernah menginjakkan kaki di Pantai Wedi Ireng, sekalian untuk
memperbaharui koleksi foto di Instagram. Banyak
spot foto yang ada di Pantai Wedi Ireng,
pantai dengan background bukit di
tengah laut, bebatuan di bibir laut dan juga hampaaran pasir pantai yang luas,
dan pastinya instagramable bagi
anak-anak hits kekinian. Bagi yang suka tidur di alam bebas, disana juga cocok
untuk digunakan untuk nge-camp. Tak
lengkap rasanya kalau pergi ke pantai tanpa membawa pasangan, tapi perlu digaris
bawahi bagi yang punya pasangan saja.
![]() |
| Bentang Alam Pantai Wedi Ireng (Foto: Joko) |
Setelah cukup lama mengitari Pantai Wedi Ireng, kami pun pulang. Namun tak lengkap rasanya
jika ke Pantai Wedi Ireng
tapi tidak mampir ke Pantai Pulau
Merah (PM) karena jaraknya memang dekat. Kami memutuskan untuk mampir ke PM
untuk sekedar menikmati Es Kelapa Muda. Pantai Pulau Merah sudah memiliki
kemasan yang apik untuk standart sebagai tempat wisata. Fasilitas buat
pengunjung juga sudah cukup lengkap, mulai dari pertokoan, tempat makan, kamar
mandi, hingga tempat ibadah. Menjadi destinasi alam yang sering dikunjungi
tourist dari berbagai mancanegara, ditambah lagi adanya home stay di dekat pantai.
Akses jalan yang
mudah juga menjadi nilai tawar lebih untuk berkunjung di pantai PM. Berbanding
terbalik dengan Pantai Wedi Ireng,
akses yang lebih sulit dengan biaya perjalan yang lebih membuat pantai tersebut jarang
dilirik wisatawan. Namun jika berbicara kondisi pantainya, Wedi Ireng tak kalah dengan PM.
Hamparan pasir pantai yang luas, ombak yang relatif kecil serta banyaknya spot
foto menarik membuat pantai Wedi Ireng mampu bersaing dengan PM.
Pergeseran sinar
matahari yang sudah condong ke barat, serta langit yang sudah mulai berawan.
Memaksa kami untuk menyudahi perjalanan hari ini. Kaki yang pegal menjadi oleh-oleh kali
ini, jika ditanya kenapa bisa terjadi, jalan yang sedikit berlumpur dan
menanjak menjadi penyebabnya. Motor yang kami naiki tak kuasa untuk melewati
jalan itu jika dinaiki berdua, alhasil orang di bonceng harus turun dan jalan
kaki. Walaupun hanya jalan kaki sebentar, bagi orang dengan kelebihan berat
badan hal ini sudah membuat ngos-ngosan.
Tak banyak tempat
wisata yang kami kunjungi, mungkin cuma dua pantai itu saja untuk saat ini.
Masih banyak pantai-pantai di Banyuwangi yang siap untuk dikunjungi lain waktu.
Keharusan untuk pulang ke Jember menjadi faktor utama untuk menyudahi
perjalanan kali ini. Tak banyak yang saya sampaikan, karena saya bukan expert dalam bidang travelling. Sampai jumpa di perjalan berikutnya.
*Penulis merupakan pemuda asal
Kota Kediri dengan nama Instagram @nazmuta. Mahasiswa tingkat akhir di salah
satu universitas negeri yang ada di Kota Jember.


