![]() |
| Halaman depan Warung Haidhar (Foto: Joko) |
Pukul 12.08 WIB hari Jum’at
kemarin (9/11), langit Gumukmas berubah gelap keabu-abuan. Menandakan hujan
akan turun. Sekiranya sudah 3 harian ini Kabupaten Jember diguyur hujan.
Khususnya wilayah Gumukmas dan sekitarnya. Mengubah tanah berdebu di depan gudang
menjadi basah, lembek, berlumpur. Sekarang
menunjukkan jam istirahat dan saya rasa ini waktu yang tepat untuk mengisi
perut yang kosong. Sejak tadi pagi saya belum makan, maklum anak kos tidak ada
yang masakin.
Dengan mengendari motor yang
penuh lumpur akibat offroad di lahan
tadi pagi, saya menuju warung makan yang letaknya tidak jauh dari gudang. Tempat
yang teduh dengan tumbuhnya Pohon Ketepeng disamping warung, menarik keinginan
saya untuk mengisi perut di tempat tersebut.
Terpampang besar pada benner yang
dipasang di depan bertuliskan “ Warung Haidhar”, dilengkapi dengan daftar menu
yang disediakan. Nasi Jagung, Es Degan, dan Kopi, merupakan menu andalan warung
tersebut. Karena memang masih ada menu lain yang tidak disebutkan, seperti Mie
Instan, Pecel, Nasi Campur, atau beberapa makanan ringan tanpa merek yang
dikemas dengan plastik tercantol pada dinding warung.
Terlihat seorang ibu paruh baya
sedang menyapu dihalaman depan warung, namanya Sugiarti. Pemilik warung.
“Silahkan mas, pesen apa?” ibu
tersebut bertanya menu apa yang saya pesan.
“Nasi campur aja buk, tapi pakai
nasi putih,” jawab saya dengan memperjelas jenis nasi yang akan disajikan
bersama nasi campur. Maklum lidah saya kurang terbiasa dengan nasi jagung,
karena memang saya sangat jarang sekali makan nasi jagung.
“Kebetulan nasi putihnya habis
mas, gimana?”
![]() |
| Satu porsi Nasi Jagung (Foto: Joko) |
Tak ada pilihan lain, meski lidah
saya kurang akrab dengan nasi jagung bukan berarti saya anti untuk tidak
memakannya. Nasi jagung pun menjadi menu makan siang hari ini. Pun juga
mengantarkan ingatan saya pada 21 tahun silam. Ketika keluarga saya kerap
mengkonsumsi nasi jagung sebagai pengganti nasih putih. Kala itu ekonomi Indonesia
sedang jatuh dan harga makanan pokok salah satunya beras sangat mahal. Hal tersebut
pastinya berimbas pada pola konsumsi orang desa yang ekonominya dibawah
rata-rata, seperti keluarga saya.
Kalau sekarang, umumnya diwarung
yang dinamakan nasi jagung adalah campuran beras dan menir jagung dimasak
bersamaan. Sedangkan dulu, kami menyebut nasi jagung adalah menir jagung
dikukus tanpa campuran apapun. Kami menyebutnya dengan Nasi Ampok. Teksturnya
sedikit keras, kasar, dan kering dibandingkan nasi putih biasa. Setiap pagi
Ampok menjadi menu sarapan kami, dan menu andalan saya adalah nasi ampok yang
dicampur dengan gula putih dan ditambahkan sedikit air hangat. Mungkin kalian bisa
mencobanya, manis dan mengenyangkan.
Herry dan Prima dalam laporannya
yang berjudul Bebas Kanker Tanpa Daging
menyebutkan bahwa nasi jagung juga mengandung gizi yang tinggi. Seperti beberapa jenis vitamin, mineral dan serat. Kandungan
yang paling tinggi dalam nasi jagung adalah Magnesium (Mg), yang bermanfaat
dalam membantu mengurangi kemungkinan terkena penyakit diabetes dan darah
tinggi.
Tak lama kemudian nasi jagung lengkap dengan campurannya seperti sayur lodeh, urap-urap, tumis papaya, tahu, tempe, dan rempeyek teri tersaji di atas meja.
“Silahkan mas, minumnya apa?”
“Air putih saja buk, tapi saya
juga pesan kopi hitam buk”
“Iya mas, tunggu sebentar ya”
![]() |
| Secangkir Kopi Rempah siap minum (Foto: Joko) |
Segera ibu tersebut meracik kopi tubruk
di meja yang letaknya tidak jauh dari tempat saya makan. Disampinya terlihat
mesin serut es kuno yang terlihat masih terawat dan berfungsi meskipun sedikit
berkarat dibeberapa bagian. Di warung selain
menjual es degan juga ada es campur, perpaduan antara santan, gula cair,
cendol, dan kolang-kaling. Mungkin lain waktu bisa dicoba.
“Ini mas kopinya”
Tercium aroma kopi yang tidak
seperti biasannya. Sambil makan, saya mencoba sedikit mencicipi kopi yang masih
panas itu. Ku sruput pelan, dan benar seperti ada campuran rempah yang
ditambahkan.
“Kopi ini dicampur apa buk, kok
beda”
Saya bertanya penasaran dan rasa
ingin tahu muncul.
“Oalah itu dicampur kelapa dan
jahe mas”
Menurut Ibu Sugiarti bahwa,
pemberian kelapa dan jahe bertujuan untuk memberikan rasa gurih dan aroma segar
pada kopi. Untuk membuat kopi tersebut, ibu Sugi mencampur biji kopi yang
dibelinya di pasar dengan irisan kelapa yang sudah tua dan jahe. Ketiga bahan
tersebut disangrai hingga gosong. Setelah itu perkecil ukurannya hingga
berbentuk serbuk. Jadilah kopi rempah ala Ibu Sugiarti siap untuk diseduh.
Menurut saya sangat cocok sekali,
setelah makan Nasi Jagung dilanjutkan minum kopi rempah yang menghangatkan. Apalagi
suhu sedang dingin karena mendung mau hujan. Nasi sudah habis dan kopi pun juga
sudah tandas. Langit masih saja gelap, saya segera kembali ke gudang sebelum
hujan turun.
“Berapa buk?”
“7000 saja mas”
Ternyata harganya juga cukup
murah Nasi Jagung dibandrol Rp. 5.000,00 dan Kopinya RP.2.000,00. Dengan harga
segitu perut sudah kenyang. Mungkin bagi yang melakukan perjalanan dari Jember
ke Lumajang melewati rute Gumukmas dapat mampir ke Warung Haidhar untuk
menikmati segarnya Nasi Jagung dengan sayur dan hangatnya kopi rempah ala Ibu
Sugiarti.


