![]() |
| Kenampakan Pantai Poncomoyo dari Atas Bukit (Foto: Joko) |
Siang itu saya melakukan perjalanan menuju Desa Kandangan, salah satu daerah yang terletak di bagian Selatan Kota Banyuwangi. Saya harus melewati beberapa bukit dan perkebunan karet untuk mencapai tempat tersebut. Meskipun demikian untuk fasilitas jalan sudah tersedia cukup baik, jalan beraspal. Hanya saja terdapat beberapa titik lubang di tengah atau pinggir jalan.
Setelah melewati perkebunan
karet, saya masuk kawasan perkebunan buah kakao yang dikelola oleh PTPN XII Sumberjambe. Lanjut memasuki perkebuan tebu,
barulah jalan tidak beraspal. Hanya jalan tanah yang ditimbun pasir dan batu.
Karena kemarin daerah tersebut hujan, maka nampak beberapa genangan air di
jalan. Bergelombang dan licin, jelas karakter jalan akan seperti itu.
Saya berhenti di tengah
perkebunan tebu, menghubungi kawan saya yang memang rumahnya di desa Kandangan,
Rizky Ade namanya.
“De, aku sudah sampek perkebunan
tebu, terus jalannya kemana?” tanya saya ke Ade karena lupa jalan kerumahnya.
“Lho kok lewat situ mas, salah.
Seharusnya ngikutin jalan aspal tadi.”
Ternyata saya salah jalan, karena
ini kali kedua saya bermain kerumah Ade. Dan yang pertama memang melewati jalur
perkebunan tebu. Ternyata ada jalan lain yang lebih bagus.
“Yaudah mas, karena sudah
terlanjur kamu lurus aja. Nanti kalau ada pertigaan yang ada Pos Satpamnya kamu
belok kiri, langsung lurus sampai ada Tower nanti saya tunggu di tepi jalan.”
“Oke De, gasss.” Jawab saya
sambil meliat bentang alam di depan mata. Pegunungan, hutan, serba hijau, dan
angin yang semilir meramu menjadi suasana yang sedap dipandang mata. Memberikan
nuansa ketenangan. Sebuah perjalanan yang asik siang itu.
Lalu saya melanjutkan perjalanan
dengan pelan, selain menikmati keindahan alam juga karena jalan yang licin
berbatu. Maklum sepeda metik tidak bisa melaju cepat di jalan dengan kondisi
seperti itu.
Sampailah di rumah Ade, saya
duduk dikursi kayu depan rumah sambil melihat beberapa pohon yang rata-rata
tanaman buah. Ada tanaman Buah Mangga, Langsat, Rambutan, dan beberpa tanaman
yang saya tidak tahu namanya.
“Mas, aku buatkan kopi dulu,”
Sebuah ritus ketika ada tamu,
minuman kopi tidak dapat luput dari sajian yang ada di meja. Beberapa menit
kemunian, secangkir kopi dan sepiring Buah Langsat mengisi meja di depan saya.
“Ini mas, Buah Langsat. Ada yang
manis ada yang asam, soalnya metiknya belum terlalu tua.”
“Lho… kenapa masih belum tua kok
sudah dipetik?”
“Di sini banyak monyet mas, jadi
metiknya dulu-duluan sama monyet.
Desa Kandangan memang berada di
tengah perkebunan, desanya dikelilingi pepohonan. Dekat dengan kawasan Taman
Nasional Merubetiri dan beberpa laut berderet disekitar desa.
“Hari ini pantai mana dulu yang
kita tuju De?”
“Pantai Poncomoyo aja dulu mas,
yang dekat.”
Kami hari ini memang berencana
akan mbolang kebeberapa pantai yang
ada di sekitar Desa Kandangan, salah satunya Pantai Poncomoyo. Pantai yang
jarang didatangi orang untuk berwisata namun menjadi tempat yang cukup favorit
bagi para orang-orang yang suka memancing di pinggiran pantai.
Setelah menghabiskan secangkir
kopi dan memakan beberapa buah Langsat, kami pun berangkat ke Pantai Poncomoyo.
“Ayo berangkat De, keburu siang
nanti.”
“Oke Mas.”
Untuk sampai di Pantai Poncomoyo
kami harus melewati lahan pertanian dan hutan terlebih dahulu, karena selain
bekerja di diperkebunan, masyarakat disini juga melakukan kegiatan bercocok
tanam sebagai petani. Dan tanah di Kandangan ini cukup bagus untuk ditanami
berbagai jenis tanaman pangan.
Di tengah perjalanan saya melihat
tanaman buah seperti Buah Naga, Jeruk, Pisang, dan juga Kelapa. Kandangan memang
memiliki produktifitas Buah Naga yang cukup tinggi. Banyak pengepul buah yang memasok
stock dagangannya dari sini. Dan
Banyuwangi juga termasuk pemasok Buah Naga terbesar se-Jawa Timur.
Selain itu saya juga melihat
beberapa rumah warga mengepulkan asap ber-aroma legen, yaitu bahan dasar
pembuatan gula merah. Memang masyarakat Kandangan yang tinggalnya di sekitar
pinggiran pantai berprofesi sebagai produsen gula merah. Lahan mereka ditanami
pohon kelapa yang akan diambil air legennya untuk bahan pembuat gula merah.
Namun beberapa orang juga tidak jarang menanam dengan metode tumpang sari.
Dibawah pohon kelapa juga ditanami Buah Naga atau tanaman jenis kacang-kacangan.
Sebelum memasuki hutan, juga ada
lahan yang di tanami tanaman pangan padi, terlihat seorang kakek sedang sibuk
mencabut rumput yang ada diantara tanaman padi miliknya. Dan kebetulan kami
tidak tahu jalan menuju Pantai Poncomoyo. Saya baru pertama kali kesini dan Ade
pun juga sudah lupa jalannya. Maka kami pun bertanya kepada kakek tersebut,
sekaligus ingin bersikap akrab kepada masyarakat sekitar. Karena saling tegur
sapa di jalan merupakan budaya masyarakat desa yang menurut saya sangat arif.
“Permisi pak, maaf menggganggu
kerja bapak. Ini mau tanya pak, jalan menuju Pantai Poncomoyo itu mana ya?”
“Oow… iya mas, ini kalian
ngikutin jalan aja. Nanti ada belok kiri lalu ada lagi belokan kanan kalian
akan menumukan jembatan kecil lurus aja mas. Dan nanti kalian akan masuk hutan,
ikutin jalannya aja.”
“Jadi ada jembatan kecil lurus ya
pak, Terimkasih, mari pak.”
Kami pun melanjutkan perjalanan. Jalan
semakin dekat dengan pantai memang semakin sempit, yang awalnya jalan berbatu
berganti dengan jalan tanah dan sedikit licin. Sebelum masuk kedalam hutan juga
ada tanaman jenis rimpang-rimpangan, seperti Laos yang tumbuh cukup lebat.
“Lewat jalan mana ini De”
“Ngiri aja mas, ngikutin jalan
yang ini.”
Jalan di dalam hutan memang kecil
bercabang-cabang. Maklum saja jalan tersebut terbentuk secara tidak sengaja
oleh masyarakat sekitar yang sedang
mencari ranting pohon untuk kayu bakar atau juga oleh orang-orang yang masuk ke
hutan mencari bambu-bambu kecil untuk rajek
tampat rambatan sayur di lahan.
Semakin dalam memasuki hutan
jalan semakin menanjak dan licin berlumpur. Dan sepertinya tidak memungkinkan
menaiki sepeda motor untuk sampai ke pantai.
“Mas, sepedanya gak kuat. Mending
diparkir aja, nanti dilanjudkan jalan kaki.”
“Parkir mana De? Aman kan?”
Kebetulan di depan, ada sepeda
motor seseorang yang mungkin sedang mencari bambu di tengah hutan.
“Nah… itu mas, disamping sepeda
itu aja.”


